-->

Cerita Horror : “JURIT MALAM”

Kembali lagi bersama admin di Artikel horror kali ini yang berjudul “JURIT MALAM”  Admin mendapatkan cerita ini bersumber dari twitter milik BayuuBiruu  . Yuk langsung saja simak certanya. 



Kobaran api unggun tanda memulai sebuah pesta, matinya luapan api yang menyala-nyala sebagai kode mengawali uji nyali.

Horor Thread
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam dulu biar jadi anak sholeh, mumpung tar malam udah mulai sahur perdana. kali ini saya bawakan cerita yang dialami teman lama. Thread ini mungkin tidak akan berasa seram, menurut empunya cerita. 
Tapi ada yang sedikit menarik menurut saya sendiri. Kali ini saya coba akan membuka sedikit misteri yang terpendam pada lokasinya. Bila ada yang tahu, kejadian aslinya, tokoh, lokasi mohon diam saja dan hormati mereka semua. 
Ramein bentar napa tong... 
Jawa Timur, 2007.

Kosongnya jadwal perkuliahan Deni setelah ujian semester membuatnya jenuh dan bosan. Selepas ujian semester Deni merasa tidak mempunyai kegiatan sama sekali dikampus. 
Kegiatan Deni selama itu hanya mondar mandir untuk main dari satu tempat kost teman ke kosan temannya yang lain. Lama kelamaan ia merasa jenuh sebagai kutu lompat saat liburan, Deni ingin mengakhiri liburannya kali ini dirumah saja. 
Tapi menjelang libur kurang satu minggu berakhir, rencana untuk liburan dirumah akhirnya??? terjawab dihari... 

Kamis, Tanggal sekian Bulan sekian Tahun 2007. 
Sore hari Deni yang lagi duduk sendirian diwarung sebrang kampus, sedang tangannya mengaduk gelas dengan sendok besi. 
Deni hanya memandangi sebongkah Es batu yang ia putar dalam gelas mulai mencair. 

“Den!!!“ Sapa teman Deni dari jalan sambil tangannya melambai dan menuju kearahnya. 
“Whoi…Aryo!!! Dari mana kamu, sini!!”. Jawab Deni disertai memandang wajah Aryo yang agak muram durjana dan ikut melambaikan tangannya kepada Aryo.

Aryopun berjalan mendekati Deni yg sedang duduk sendirian. 
“Nyari kamulah Den, aku habis nyari kamu dikosan. Eh malah ketemu nongkrong sendiri disini” Kata Aryo yang sudah berada didepannya dan memulai duduk dikursi depan Deni.

Aryo sendiri membetulkan posisi duduknya sebelum memulai pembicaraan dengan Deni. 
“Memang ada apa, Yo! Aku ini mau pulang kampung” Terang Deni sembari melihat wajah Aryo mulai capek dan berkeringat karena berjalan kaki.

Wajah Aryo mulai sedih mendengar pernyataan Deni, tapi ia tak patah arang untuk merayunya. 
“Bantuin aku Den, ditempat kerjaku besok ada kemah”. Pinta Aryo dengan memulai minum air yang telah ia bawa,,,”Gluk..gluk...gluk air yang masuk lewat tenggorokan Aryo.

Lantas botol air minum Aryo diletakkan secara perlahan dimeja depannya. 
“Terus, maksudnya gimana yo??? kamu kan sudah biasa kegiatan kaya gitu?” Jawab Deni memandang Aryo dengan heran akan permintaanya. 
“Kali ini beda Den, baru kali ini acara kemah dan acara jurit malamnya diadakan disekolahan tempatku kerja.” Jawab Aryo dengan nada serius dan memohon penuh harap. 
“Lah bukannya tambah enak itu Yo, kamu sudah mengenal betul medannya”Kata Deni dengan nada meyakinkan tentang lokasi yang akan dipakai.

“Bukan itu saja masalahnya Den, Pembinanya untuk acara besok cuma aku sendirian Den.tolong bantuin aku! Beneran ini.”Pinta Aryo dengan serius. 
“Gila Yo, teman-teman pembina yang lain pada kemana?” Jawab Deni dengan heran mendengar kenyataan yang akan dihadapi Aryo

“Ya gak tau Den, makanya aku minta bantuan kamu.” Jawab Aryo yang memelas kepada Deni 
“Ya sudah, kalau begitu besok pagi aku langsung kesekolahanmu” Kata Deni yang tak tega melihat nasib teman sejawatnya.

“Beneran Den jangan bohong ya” Ucap Aryo dengan nada meninggi karena takut dibohongi Deni 
“Iya...ya, besok jam sembilan pasti aku sudah dilokasi” Jawab Deni dengan nada meyakinkan Aryo

“Ok kalau begitu aku balik ke sekolahan dulu, mau persiapan sama anak-anak yang jadi panitia besok” Kata Aryo dengan senang, karena kepastian bantuan untuk acara besok sudah didapat. 
“Ya, hati-hati Yo.” Jawab Deni dengan sedikit kesal sambil memegangi kepalanya, otomatis rencana pulang kampungnya hari itu batal dengan tiba-tiba. 

Kepala Deni kembali sedikit tertunduk, melihat isi gelas didepannya. 
Bongkahan es di dalam gelas Deni semakin mengecil, Air es mencair semakin banyak. Adukan tangan Deni yang memakai sedotan juga mulai melambat. 

Kesal dengan apa yang akan dijalani Deni menegakkan pandangannya kedepan. 
Deni melihat Aryo berbalik arah, dari tempat duduk Deni hanya memandangi Aryo berjalan kaki dengan cepat meninggalkannya sendirian diwarung.

Aryo kembali ke kantor dengan perasaan gembira dan hati berbunga karena sudah mendapatkan tujuannya. 
Tak seberapa lama Aryo yang sudah sampai dilokasi, ia melihat kerumunan panitia acara sudah berada dilapangan. Saat mengetahui hal ini dengan cepat Aryo mendekati para anggota panitia. 
Aryo langsung ikut bergabung dan membaur bersama mereka untuk mengatur tugas di jajaran panitia untuk kegiatan besok. Sebagai pembina disekolahannya dia sangat bertanggung jawab dengan tugas yang telah diberikannya oleh pihak sekolah. 
Aryo dengan penuh tanggung jawab menyelesaikan persiapan untuk esok hari bersama panitia. Sedangkan untuk Deni sendiri ia langsung kembali pulang ke tempat kosan untuk persiapan besok pagi. 
Jum’at, Tanggal sekian Bulan sekian Tahun 2007. 
Pagi hari sekitar Jam 7, selesai Deni mandi dia segera masuk kamar untuk berganti kostum. Seragam coklat mulai dipakai oleh Deni, berbagai atribut mulai dia kenakan satu persatu. 
Mulai hasduk, ring hasduk, Baret pembina, tanda peci, ikat pinggang dan sepatu pantofel hitam crocodile andalannya. 

Dirasa sudah merasa perfect untuk penampilannya kali ini, hal itu diyakinkan ia dengan memandangi penampilannya didepan kaca. 
Merasa sudah sempurna, Deni berjalan keluar kos dengan menuntun motornya. Memang jarak antara kos dan lokasi Deni tergolong cukup dekat, ya sekitar 800 an meter. Tapi pagi itu Deni tetap menggunakan motornya untuk menuju lokasi. Sebelum ke lokasi Deni mampir sebentar, 
dia mengarahkan motornya untuk ke warung langganan yang berada depan kampus. 

Setelah sarapan ia tak butuh waktu lama menuju lokasi, sekian menit motor Deni memasuki sebuah gerbang SMAN yang besar. Sekolah faforit disalah satu kabupaten di Jawa Timur. 
Motor melaju melewati pos satpam dikiri jalan setelah melewati gerbang utama. Merasa baru pertama kali masuk ke Sekolahan Aryo, Deni berhenti sebentar dan berjalan menuju kepos satpam. Sampai dipos satpam Deni mendapati ada dua orang yang sudah berjaga ditempatnya. 
“Pak mohon maaf, mau nanya? untuk tempat parkirannya sepeda motor dimana ya?”. Ucap Deni dengan sopan. 

“Dibelakang pak” Jawab salah satu petugas keamanan tersebut sambil menunjukkan jalan yang mengarah disamping gedung utama disebelah timur. 
Lantas setelah memahami apa yang maksud petugas keamanan tersebut. Deni kembali bersama motornya melaju melewati lapangan yang luas didepan sekolah, tak lupa matanya memandangi pemandangan di sekelilingnya. 
Pagi itu hanya beberapa peserta yang sudah datang, tapi untuk panitia sudah siap dengan bergerombol didepan lapangan. Memang lokasi yang akan dijadikan acara dua hari kedepan terlihat sangat rindang pohonnya. 
Pohon-pohon itu tinggi menjulang dengan rapi mengelilingi lapangan utama hingga kebelakang gedung. Sampai tak terasa motor Deni akhirnya terhenti dibelakang sekolah, sesampainya tempat yang dituju dia langsung memarkirkan motornya diparkiran yang bercampur dengan para peserta. 
Tempat parkir disekolah ini berada dibelakang sekolah tepatnya sebelah sisi timur. Sebenarnya tempat parkir ini untuk siswa tapi hari itu semua dijadikan satu, dengan tujuan untuk mendisiplinkan semua peserta, dan memudahkan pengawasan. 
Selesai mengunci motornya Deni berjalan kedepan, dengan mengkahkan kaki secara perlahan ia tetap mengamati bangunan-bangunan sekolah tempat kerja Aryo. Memang selama berteman dengan Aryo, Deni belum pernah sama sekali main ketempat kerja temannya ini. 
Pertama Deni berjalan menuju gedung utama depan, dengan tujuan utamanya untuk mencari Aryo. Dari kejauhan didepan kantor ia sudah mendapati temannya berdiri menyambutnya dengan lambaian tangannya.

“Den cepet sini” Kata Aryo dengan memandang Deni berjalan kearahnya. 
Deni pagi itu hanya membalas dengan senyum palsunya yang tersungging, karena teringat rencana pulang kampungnya yang gagal. Sambil berjalan sampailah ahirnya Deni bertemu Aryo di depan kantor, kantor Aryo sendiri langsung menghadap lapangan. 
Pertemuan mereka dimulai dengan berjabat tangan dan obrolan kecil penuh basa basi. 

Sambil mengenang masa lalu, mereka gayeng berdiri sambil ngobrol dipagi itu. Sedang untuk peserta acara kemah mulai berdatangan dari pintu gerbang. 
Satu persatu mereka masuk ke lokasi, siswa dan siswi sedikit demi sedikit mulai bergerombol di lapangan. Panitia yang sudah bersiap dari dini hari, dengan sigap mulai mengkoordinir para peserta. Hari masih pagi pembukaan untuk acara perkemahan dimulai. 
Tak terasa dengan arahan panitia para peserta sudah berbaris rapi ditempat masing-masing, beberapa dewan guru ikut berjajar didepan untuk mengikuti acara pembukaan. Sambutan pertama dimulai dari kepala sekolah. 
Selanjutnya berganti waka kesiswaaan, baru selanjutnya yang terakhir di isi Aryo selaku pembina acara. 

Selesai acara seremonial, para peserta dipandu oleh panitia untuk mendirikan tenda. Waktu itu peserta dibagi menjadi dua, bagi siswa putra akan bermukim ditenda. 
Sedangkan peserta putri akan bermukim di Aula sekolah. 

Keriuhan terjadi dipagi itu, semua bahu membahu memulai acara dengan mendirikan tenda sesuai grupnya. Meski tenda-tenda itu dipakai peserta siswa putra, tapi untuk peserta putri juga ikut membantu mendirikan tenda juga. 
Untuk Deni sendiri ia hanya memandu para panitia, karena ia sebagai salah satu yang dituakan. Tapi Deni sendiri tak segan beberapa kali untuk langsung terjun ikut membantu peserta untuk mendirikan tenda. memang jumlah peserta waktu itu sangat banyak, sekitar dua ratusan peserta. 
Sambil membantu para peserta, Beberapa panitia mondar mandir untuk menemui Deni. Mereka bergantian untuk konsultasi tentang realisasi acara kedepan, Deni yang bersifat care merasa nyaman saja untuk berbagi pengalaman dengan para panitia. 
Yup!!! panitia diacara ini terdiri dari alumni SMAN dan siswa senior kelas XII. Dihari itu panitia jumlahnya sangat banyak, karena harus mengkoordinir peserta yang banyak juga. Semakin siang semakin riang dan semangat para peserta yang hadir. 
Selesai tenda berdiri, barang-barang bawaan ditaruh didalam tenda. Sedang yang putri menaruh baranganya di Aula. Begitu juga dengan Deni bersama panitia yang menempati Aula sebagai basecampnya, sekaligus sebagai tempat menaruh barangnya disana. 
Setelah barang peserta dirasa aman, Mereka semua kembali ke lapangan untuk memulai kegiatan. Acara demi acara dilalui oleh semua peserta dan panitia, Tak lupa Aryo dan Deni sebagai pembina mengawasi kegiatan mereka hingga menjelang sore hari. 
Hingga saat tiba untuk istirahat untuk semua peserta kegiatan. Semua peserta dan panitia kembali ketempat masing-masing untuk mandi dan persiapan acara malam hari. Sedang Deni yang gelisah sendirian didepan Aula penasaran dengan lokasinya.
Maklum, Deni waktu itu belum tahu betul seluk beluk sekolahan Aryo. Ketika melihat salah seorang panitia yang dia sudah kenal, Deni langsung mengajak anak itu untuk berkeliling kebelakang sekolah. Panitia yang kebetulan alumni SMAN ini bernama Aji, 
Sore itu Aji juga merasa tidak keberatan untuk jalan-jalan bersama pembinanya. Berbekal pengalaman Aji yang sudah lulus dari SMAN itu sendiri, Deni yakin Aji mengetahui banyak hal akan sekolah ini. Sore itu tanpa banyak kata Deni memulai perjalanan dari sisi barat sekolah. 
Pertama ia melewati belakang samping kebelakang, Setelah Aula mereka melawati kelas kelas dan ruang guru, dan berbelok ke utara. Semakin ke utara bangunan sekolah terlihat agak aneh, Deni yang melihat bangunan bangunan ini menjadi penasaran. 
Tapi Deni agak canggung dan sungkan mau bertanya lebih dalam tentang bangunan-bangunan di lokasi ini. Semakin jauh mereka berjalan melewati bangunan sampai akhirnya mereka melewati Lorong – Lorong Panjang, dan disaat masuk lorong ini bulu kuduk Deni mulai berdiri. 
Sedangkan bau bunga kenanga dan bau bunga kamboja begitu kuat menusuk hidung Deni, tapi Deni hanya diam saja. Ia anggap bau-bau itu wajar karena lokasi sekolah ini dekat dengan pemakaman juga. 
Ditengah lorong mereka melihat Aryo sedang duduk-duduk melingkar di sebuah sumur tua, ia terlihat berdiri bersama dengan tiga orang peserta dan dua orang panitia. Entah apa yang mereka bicarakan kami tidak tahu, karena wajah mereka terlihat sangat serius. 
Mereka hanya menoleh sekilas dan terus berjalan, Deni dan Aji tetap berjalan memutar melewati kelas dan lorong itu sampai diujung timur melewati belakang rumah dinas. Waktu mereka berdua beranjak kedepan, tiba-tiba ada suara jeritan dan bantingan pintu dari dalam kamar mandi 
“Aaaaaakkkkkk….bruaaakk…brruuaakkk”....tolong....tolong... 

Deni dan Aji sontak langsung berlari kearah suara tersebut, sampai dibelakang rumah dinas ada siswa yang berlari keluar dari kamar mandi. 
Anak laki-laki itu terlihat sangat takut dan langsung didekap oleh temannya saat itu juga. wajahnya memucat dan bibirnya bergetar tanpa berkata apapun. Waktu Deni dan Aji menghampiri mereka dan duduk didepannya... 
“Ada apa ini” Tanya Deni dengan melihat siswa itu menggigil gemetar ketakutan. Tapi anak ini dan beberapa temannya hanya diam, siswa ini tidak mau bercerita sama sekali kepada Deni dan Aji. 
“Ayo kak bawa saja ketempat panitia biar tenang dalu disana”. Sahut Aji untuk menenangkan siswa tersebut.

Perlahan Aji dan Deni membawa siswa ini ke Aula depan, ke tempat basecamp panitia. Siswa itu didisuruh minum dan didiamkan sejenak sampai ia bercerita ada apa sebenarnya. 
Deni dan Aji tetap sabar menunggu anak ini disampingnya, Hingga sekian lama akhirnya anak itu berbicara…“Tadi didalam kamar mandi???” Siswa ini terdiam kembali setelah bicara dengan tergagap 
“Cerita saja mas, kamu aman disini sama kak Aji dan kakak panitia yang lain” Kata Aji yang memandang kewajahnya.

“Ada orang bule didalam kamar mandi, mukanya hancur kak” Kata siswa ini pelan dengan menundukkan kepalanya. badannyapun tetap bergetar. 
Melihat anak ini sedang shock, Aji memutuskan untuk mendiamkan anak ini sementara untuk tinggal dan istirahat sementara dibasecamp panitia. 

“Ya sudah sementara kamu disini dulu sampai tenang” Pinta Aji. Siswa tersebut disuruh istirahat dan dijaga oleh panitia lain. 
Aji bertindak demikian agar para peserta lain tidak terusik dengan kejadian barusan. Deni sendiri yang penasaran langsung menyeret Aji untuk pindah kedepan Aula.

“Ji sebenarnya ada dengan sekolah ini” Tanya Deni penasaran sambil menggandeng punggung Aji. 
“Biasa kak, namanya sekolahan pasti ada penunggunya” Jawab Aji dengan tenang

“Tapi Ji? ini masih sore, terus panitia yang lain bagaimana?”Tanya Deni yang takut akan keselamatan mereka semua. 
“Tenang kak semua panitia sudah paham lokasi ini, dan mereka juga sudah punya pegangan masing-masing” Jawab Aji untuk meyakinkan dan menenangkan Deni.

“Bukan masalah pegangan Ji, tapi …” Belum selesai Deni bicara, Aryo datang dengan membawa mobil pick up. 
Dia memberhentikan mobil tepata disamping Aula, dia keluar dengan satu orang panitia. Setelah keluar dia menghampiri Deni yang tengah berdiri dengan Aji. Sedangkan panitia satunya lagi menurunkan nasi bungkus dibelakang bak pick up. 
"Ji bantuin" Pinta Aryo yang berjalan kearah Deni dan Aji

"Siap kak" Jawab Aji yang langsung berjalan mendekati bak pick up

“Loh Yo, kamu bukannya tadi dibelakang” Kata Deni sambil memandang curiga kepada Aryo. 
“Ngawur kamu Den, sebelum istirahat tadi aku keluar ambil nasi bungkus. Tanya saja sama itu tuh Rio kalau gak percaya” Jawab Aryo sambil menunjuk Rio yang sedang membawa tas kresek merah besar, kantong kresek yang berisi nasi bungkus itu dibawa Rio masuk kedalam Aula. 
Mendengar jawaban itu Deni menatap Aji lekat-lekat yang berjalan kearahnya sambil membawa kantong kresek berisi nasi bungkus, “Ji…yang dibelakang tadi???”Kata Deni penuh curiga. Aji hanya menaikkan kedua alisnya sebagai jawaban atas pertanyaan Deni. 
Aji yang membawa kantong keresek merah ditangan kanan dan kirinya hanya berjalan ngeloyor masuk keruang panitia. Hal demikian seakan-akan menjadi hal yang biasa disekolahnya. Dua kejanggalan disore hari membuat Deni semakin penasaran disekolah ini. 
Deni diam sambil meneguk air ludahnya sendiri merasakan keganjilan ini, Otaknya Deni saa itu juga berfikir keras tentang apa yang terjadi dengan semua ini, Deni hanya diam dengan penuh rasa penasaran karena merasakan kedua orang ini. 
“Santai saja Den semuanya aman kok” Kata Aryo sambil menepuk Pundak Deni yang berdiri mematung 

“Ayok makan dulu Den” Ajak Aryo sambil berjalan menggandeng tangan Deni dan berjalan memasuki basecamp panitia didalam Aula 
Tanpa ada jawaban dari mulut Deni yang keluar, akhirnya ia ikut masuk kebasecamnya bersama Aryo. Mereka langsung mengambil nasi bungkus dan makan bersama. 

"Tenang Den ,habis makan aku akan ritual kebelakang biar aman" Kata Aryo sambil makan 
"Apa tak temenin Yo" Kata Deni

"Gak usah Den kamu bantuin anak-anak panitia bagikan nasinya saja, sama awasi mereka" Jawab Aryo 

"Oh, ya sudah kalau begitu" Sahut Deni 
Sore itu Deni menganggap masalah dilokasi sudah selesai semua dan beres, karena juga tak mau ambil pusing dengan keanehan-keanehan dilokasi. Deni melanjutkan untuk membagikan nasi kepada peserta dan mengawasi panitia 
Hari semakin larut, malam pertama di hari Jum'at sehabis jamaah shala isya semua peserta dikumpulkan dilapangan depan. Kegiatan outdoor dimalam hari dimulai, materi dimalam itu yang membuat semua peserta bahagia dan ceria. 
Sementara itu, Deni yang berdiri sendirian disamping kerumunan peserta melihat beberapa kelebatan-kelebatan putih di pohon yang besar. bayangan banyangan itu juga terlihat dari dalam rumah dinas yang terlihat kusam. 
Pohon pohon disisi timur yang besar tiga bangunan rumah dinas membuat malam semakin seram.Bau bauan busuk dan bau Bungan kenanga mulai ikut tercium malam itu.

Beberapa peserta dan panitia juga ikut merasakan bau itu, dan beberapa peserta juga merasakan bulu kuduk mereka berdiri 
Merasa ada yang tidak beres dengan lokasi ini, Deni kembali ke basecamp untuk mencari Aji. Tapi disaat Deni berjalan ke basecamp mereka berpapasan di tengah jalan.
setelah bertemu Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke lapangan depan sekolah. 
Malam semakin larut, sekitar jam 11 malam kegiatan dilapangan dinyatakan selesai. karena materi hari itu sudah disampaikan semua kepada para peserta. Dengan tertib para peserta kembali ketempat mereka masing masing. 
Tapi untuk panitia dan dua orang pembina berjaga bergantian disaat malam hari tiba. 

Malam itu Aryo berjaga dilokasi bertenda bersama sebagian panitia. Sedangkan untuk deni malam itu berjaga didepan Aula bersama Aji dan panitia yang lain. 
Dirasa peserta di aula sudah lengkap, panitia mengawasi sambil sesekali berdiri untuk memlihat kondisi peserta di Aula. Ketika jam dua dini hari panitia berganti untuk tidur sedangkan Deni dan Aji bangun untuk bergantian berjaga. 
Deni yang berjaga dengan posisi duduk setengah mengantuk, sesekali kepalanya terjatuh dari jengkalan tangannya. Dalam keheningan malam Deni mendengar sayup-sayup orang berteriak ramai minta tolong…dengan seksama ia mendengar, suara minta tolong itu semakin lama semakin ramai. 
Berdasarkan suara yang aneh itu, rasa penasaran Deni juga mulai memuncak. Rasa kantuknya pun mulai menghilang seketika.

Malam itu Deni langsung memandang Aji dengan tatapan tajam, “Ji ayok diperiksa kebelakang” Pinta Deni yang sudah penasaran. 
“Terus disini yang jaga siapa kak” Jawab Aji yang masih rebahan sambil menahan uap dari mulutnya.

"Tapi dibelakang ada suara yang minta tolong Ji" Kata Deni

"Biarkan saja kak, ini sudah malam. Dibelakang itu gak ada siapa-siapa kak, mending kak Deni disini saja" Sahut Aji 
Deni terdiam sejenak mendengar larangan dari Aji, ia sempat berpikir benar juga apa kata Aji malam itu. Akhirnya Deni memutuskan untuk berdiri dan melihat dari kejauhan mulai samping kanan kiri dan belakang. 
Sekian lama Deni mengamati sendirian, ia tidak menemukan apa-apa. Disamping pandangan kebelakang gedung jarang ada lampunya. Kalaupun ada lampu tersebut yang ada dibelakang hanya terlihat putih dan sebagian kuning meredup. 
Dengan hilangnya suara - suara itu, Deni memutuskan untuk kembali dan berjaga didepan Aula. Dikeheningan malam itu setelah ia duduk, telinganya mendengar lagi suara – suara dari dalam kelas. 
Suara itu meramaikan peran disepinya malam, seperti suara bangku yang ditabuh secara berirama. Disaat Deni duduk dengan tenang, lama kelamaan Deni mulai terganggu. Deni langsung berdiri dan berjalan sendiri untuk memeriksa kelas yang berada didepan Aula. 
Saat dapat baru berjalan lima langkah suara Aji dari belakang mengeras...

“Kak jangan, biarkan saja suaranya” Kata Aji sambil tiduran 

“Kenapa Ji, siapa tahu ada peserta yang masih main didalam kelas” Jawab Deni pelan 
“Percaya sama Aji saja kak, pokoknya jangan kesana” Kata Aji yang mulai duduk dengan meyakinkan Deni.

"Tadi semua sudah diperiksa sama panitia, peserta sudah sesuai ditempat masing - masing kak" Sambung Aji 
Dalam otak deni malam itu ia berangan - angan, dari pada ribut dengan Aji. Deni pun mengikuti perkataan Aji malam itu. Akhirnya Dia kembali kedepan Aula dan berkumpul dengan panitia yang lain. 
Saat beberapa menit ia duduk dan berjaga, suara wanita yang tertawa dibelakang samar-samar juga mulai terdengar. Tapi Aji dan teman-teman panitia yang lain malam itu hanya bersikap cuek saja, dan tak mau memperdulikan hal-hal yang disekelingnya lagi. 
Aji sendiri seakan sudah menyimpan beberapa pengalaman tentang sekolah ini, dan memahami apa yang terjadi disekolahnya. Deni pun ikut diam dan tak memperdulikan suara wanita-wanita yang tertawa cekikikan dibelakang Aula yang dia tempati. 
Waktu terus berjalan hingga tak terasa subuh sudah menjelang, suara tarhim dimasjid sekolah telah di kumandangan. Peserta mulai dibangunkan, satu persatu dari mereka menuju masjid bersiap untuk shalat jamaah subuh. 
Sabtu, Tanggal sekian Bulan sekian Tahun 2007.

Satu persatu peserta mulai dari yang di Aula dan di dalam tenda. Mereka semua berjalan beriringan dengan tertib menuju ke masjid. 
Meski langkah peserta sedikit tertatih sentoyoran karena masih menahan kantuk. Tak lama kemudian mereka sholat subuh dengan berjamaah bergantian. Hal ini dikarenakan tempatnya yang tidak bisa menampung semua peserta sekaligus. 
Selesai acara shalat subuh semuanya masih berkumpul diareal masjid, mereka semau diwajibkan untuk mengikuti kultum yang dipandu oleh panitia. sedang sebagai pematerinya adalah pantia 
Sekian lama mereka diareal masjid sekolah, perlahan cahaya pagi dari ufuk timur mulai besinar. Melihat keadaan semakin terang dan pagi mulai menjalang. Semua peserta berangsur-angsur membubarkan diri dan bersiap untuk senam pagi di lapangan. 
Senam yang dipandu oleh satu orang instruktur dari unsur panitia, dengan diikuti semua peserta yang ada. 
Setelah acara senam selesai, semua peserta bergantian untuk mandi dan makan pagi. 
Seketika sarapan dan mandi pagi sudah selesai, acara pagi itu berganti dengan materi yang diselenggarakan dilapangan. Hari sabtu, pagi itu Deni menjadi pemateri dengan dibantu beberapa panitia. 
Jam terus berputar, materi demi materi disampaikan oleh Deni dengan baik. Kegiatan dihari sabtu siang itu hanya berjeda untuk ishoma dan berlanjut hingga menjelang sore hari. 
Masih teringat dibenak Deni, sore sekitar jam 15.30 seluruh panitia berkumpul bersama Aryo dan Deni di basecamp aula. Mereka merencanakan untuk acara malam nanti, Sementara itu perdebatan dimulai untuk menentukan hantu apa yang digunakan sesuai dengan "gimick" lokasinya! 
Siapa saja yang menjaga, mengawal dan menganmankan diacara malam nanti. Dalam rapat itu mereka sepakat akan memakai kain putih-putih sejenis mukena akan diperankan oleh beberapa panitia di tiga post. 
Untuk gambaran sekolahannya sebegai berikut. sekalian sama post 1,2 dan tiganya biar bisa sama-sama merasakan suasananya.
Waktu meeting kecil ini dilaksanakan mereka semua berbagi tugas, mencatatkan nama panitia untuk tugas dimalam nanti. Sedangkan untuk Deni sendiri mendapat tugas untuk meletakkan tanda yang berada ditiga post. 
Setelah semua sudah disepakati, sore itu mereka semua bubar. Tapi berbeda untuk sebagian panitia, mereka yang kebagian acara Api unggun langsung menyiapkan tempat dan peralatan dilapangan. Panitia kecil ini berpencar menngumpulkan kayu dan membawanya ketengah lapangan. 
Setelah selesai menata tumpukan kayu dengan rapi, kelompok panitia ini kembali untuk istirahat dibasecamp dan persiapan untuk nanti malam.

Deni dan Aryo sendiri sore itu masih diskusi dan persiapan dibasecamp, waktu terus berjalan hingga jam tujuh malam lebih. 
Habis shalat isya semua perserta berkumpul kembali dilapangan, acara puncak malam itu dimulai. Untuk malam sabtu, kegiatan langsung dipandu Aryo. 

Malam itu untuk materi sudah habis, yang ada semua peserta perkemahan hanya bernyanyi riang bersama sambil bermain game. 
Kegiatanpun berlangsung sampai jam sembilan malam, karena acara puncak yaitu api unggun dimulai. 
Dalam hitungan detik kayu yang sudah diberi minyak, dengan cepat api melahapnya. 
Kobaran api unggun yang menyala-nyala disertai nyayian kegembiraan semua peserta, tak lupa semua panitia dan pembina juga ikut bernyanyi bersama mereka. Waktu Deni yang melihat kobaran api unggun ini dari kejauhan bersama Aji, 
Deni melihat kobaran api itu menyerupai sosok wajah seseorang yang menjerit kesakitan. Dengan angin yang berhembus pelan, Bau – bau aneh bunga kamboja dan bunga kenanga ikut terbawa seperti kemarin malam. Bau itu semerbak berhamburan ikut menemani malam itu. 
Tapi Deni hanya diam saja dengan semua hal ini, toh kalau memberitahu Aji pasti ujung-ujung dilarang juga sama Aji. 

Semakin lama semakin menurun kobaran api unggunya, pertanda acara api unggun harus selesai. karena malam itu waktu sudah menunjukkan sepuluh malam. 
Aryo yang mengtahui hal itu, ia langsung mengumumkan kepada semua peserta. Bahwa acara selanjutnya jurit malam akan dimulai sekitar jam satu. Jadi untuk saat itu juga, semua peserta diperintahkan untuk istirahat ditempat masing-masing. 
Setelah mendengar pengumuman dari Aryo, Deni dan Aji kembali kebasecamp. Mereka sementara berjaga dibasecamp Aula, hingga Jam terus berputar menunjukkan jam 11.30. Saat itu semua panitia sudah siap siaga dan berada ditenda serta di aula semua, 
jadi malam itu didalam sekolahan sampai kebelakang tidak ada orang sama sekali. karena tim gimick pocong-pocongan sudah menaruh terlebih dahulu saat acara api unggun barusan. 

Hal ini diketahui dan dikuatkan lagi oleh Aji. 
Malam itu Deni yang kebagian untuk menyematkan tanda dipost satu, dua dan tiga memulai aksinya. Deni kali ini berjalan sendirian kebelakang, pertama yang ia tuju kamar kecil siswa untuk buang air kecil terlebih dahulu. karena ia tak sudah tak tahan menahan kecncing dari tadi. 
Ia mulai berjalan sendiri sampai melihat kamar kecil yang berderet. Di jalan lorong yang dekat dengan kamar kecil ini Deni melihat sosok wanita yang sedang berdiri sendirian. 

Lorong itu diatasnya ada lampu-lampu putih yang redup, jadi jalan terlihat agak samar-samar. 
Semakin ia mendekat,Deni melihat wanita ini berpakaian putih-putih lengkap seperti seorang suster. Tapi pakaian yang dikenakan nya seperti pakaian jaman dahulu. 

Sedang wajahnya suster ini berperawakan seperti gadis Eropa. Dia memakai sanggul putih kecil diatas ramput pirangnya 
Wanita itu terlihat sangat cantik dimalam itu,Deni sendiri waktu itu tidak mempunyai rasa curiga apapun terhadap sosok wanita ini 

Deni yang mengetahui hal ini dia langsung menghampirinya 

“Ada apa mbak? Mbak kok disini sendirian?”Tanya Deni sambil berjalan pelan didepannya 
“Lagi cari angin mas” Jawab wanita ini terlihat mengibaskan kipasnya keleher putihnya

“Oh, kalau gitu permisi mbak ya. Saya lewat mau kekamar kecil” Kata Deni sambil meninggalkan wanita itu sendirian disamping kamar kecil. 
Deni terus berjalan dan masuk kedalam kamar kecil, sekilas Deni melihat deretan kamar kecil itu kosong semua. Karena semua pintu terbuka dimalam itu. Waktu Deni sedang buang air di dalam kamar kecil ia mendengar suara roda troli yang berputar pelan… 
“krek…krekk...krekkk…krek..krek...ciiiitt…ciitt” Suara roda ranjang pasien yang berjalan dan sesekali suara deritan ranjang juga ikut bersuara.

Setelah menyelesaikan buang air, dia langsung bergegas keluar kamar kecil. 
Saat Deni berdiri didepan kamar kecil, dia mematung seketika. Matanya melihat kedepan ada sebuah ranjang pasien didorong oleh dua orang suster, satu didepan satu dibelakang. 
Deni memandangi dengan heran “sebenarnya ini sekolah apaan” gumam Deni dengan pelan sambil meneguk ludah keringnya. Akhirnya Deni yang penasaran mengikuti suster-suster ini sendirian, Deni tetap berjalan pelan dibelakang mereka.
Lama kelamaan jalan mereka menuju arah dipertigaan Lorong, mereka membelokkan ranjang pasien ke arah barat. Sekian puluh meter ranjang itu dimasukkan kedalam sebuah ruangan, ruangan itu tepat dibelakang post kedua. 
Waktu itu didepan Deni yaitu jalanan berbentuk lorong sudah dipenuhi suster-suster tengah berdiri dengan pakaian jaman dahulu. Mereka berdiri berjajar dengan wajah ala eropa semua, hal ini menambah rasa penasaran Deni semakin menjadi jadi. 
"Kok bisa ya banyak bule disini kapan masuknya mereka" kata Deni dalam hati

Ditengah jalan lorong itu berhias lampu putih yang meredup, tapi Deni tetap mengikuti mereka dan memastikan apa yang terjadi. 
Tapi sebelum itu Deni terlebih dahulu memasang tanda dibelakang ruang sebagai post kedua. Baru sehabis itu Deni kembali lagi kedepan ruang yang masih dipenuhi para suster. Sambil berjalan Deni melempar senyum ke kanan dan kiri di lorong jalanan pada para suster. 

ilustrasi.
Sampai dia berhenti disebelah pintu ruang yang pertama kali ia lihat ranjang dimasukkan oleh dua suster yang pertama. Waktu kepalaya menoleh keruang itu, dengan pembatas kaca. 
Deni melihat beberapa orang berpakian dokter jaman dahulu dan para suster sedang melakukan operasi didalamnya. Ternyata didalam sudah ada beberapa pasien bule juga yang sedang dioperasi, pasien mereka juga seperti orang eropa dengan pakaian militer.
Dalam hati Deni malah bingung malam itu, “loh ini sekolahan atau apa ya?kok malam -malam kayak gini ada operasi didalam sekolah…hiiii”. Deni yang mulai takut berjalan cepat melewati suster-suster bule yang berjajar dilorong dikanan kirinya menuju post satu. 
setelah melewati kerumunan suster itu deni menoleh kebelakang, pemandangan berubah malam itu. semua suster yang tadinya cantik, wajahnya berubah seketika menjadi hancur dan menyeramkan. bau amis darah malam itu juga ikut tercium kuat. 
Deni yang ketakutan berjingkat dan berlari kecil menuju kebarat. Deni berjalan menunduk mengikuti jalan dengan bantuan senter kecil didepannya untuk menuju post satu, karena cahaya di gedung sebelah barat memang sangat minim. 
Gedung disebelah barat sendiri itu sudah berbeda sekolah dengan gedung tempat kerja Aryo. Waktu memasuki areal depan gedung sebelah barat, telinga Deni mendengar didalam Gedung banyak orang meminta tolong. Tapi waktu itu Deni hanya sedikit melirik kedalam gedung yang gelap. 
Malam itu Deni tapi ia belum melihat apapun. Hanya suara-suara yang keras bersahutan yang terus menerus meminta pertolongan kepadanya. 

Saat Deni sudah sampai diujung barat gedung, Deni mengikat tanda itu di sebuah pohon dengan tergesa gesa. 
Tapi waktu berbalik arah suasana didepannya sudah berbeda dengan barusan yang ia lewati. Gedung yang ia tadi lirik gelap itu, tiba-tiba berisi manusia yang banyak sekali. Kira -kira gedung itu memanjang sampai ada tujuh ruangan. 
Semuanya orang itu seperti rakyat pribumi, mereka semua didalam sebuah sel dengan penuh sesak berjejal berdesakan. Mereka semua bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek kain yang diikat. 
Deni tercengang melihat semua ini, saat itu juga pandangan mereka semua tertuju pada Deni serta tangan – tangan mereka mencoba keluar disertai teriakan mereka yang kesakitan dari dalam bangunan itu. 
Saat masih berdiri didepan orang-orang yang minta tolong, dari belakang Deni terdengar suara ringkikan kuda dan suara langkah kaki kuda mendekatinya. Mendengar suara itu Deni menoleh kebelakang sebentar. 
Ia melihat ada enam orang berperawakan tentara kulit putih dengan menunggangi kuda sedang menuju kearahnya. Masing masing dari mereka membawa senjata laras pajang yang dipanggul dibelakang punggung mereka. 

“Hei siapa kamu” Teriak sosok yang duduk diatas kuda. 
Deni yang ketakutan berlari secepat kuda untuk kembali kesekolahan, Tapi pasukan ini tidak mengejar, mereka hanya berjalan dengan kudannya mencoba mengikuti deni dari belakang. 
Deni terus berlari sampai diujung gedung yang berisi manusia pribumi ini.

Deni yang berlari berhenti seketika dan menoleh kedepan gedung yang berada dikananya. karena lagi-lagi dia mendengar suara keras yang ramai dari gedung itu. 
“Tolooonggg,,,tolooonggg” Duaaarrrr…Duaarrr”. Suara dari dalam gedung yang tak beratap itu. Terdengar juga beberapa kali teriakan minta tolong dan suara tembakan. 
Deni yang mau tak mau harus melewati samping Gedung ini, akhirnya ia berjalan pelan mengendap – endap sambil mencari tahu apa yang ada didalamanya. 

Sambil mencari pemandangan yang pas ia juga sembunnyi-sembunyi untuk menghindari kejaran pasukan dibelakangnya. 
Sampai akhirnya Deni melihat orang pribumi duduk berjajar dengan posisi rukuk, mereka berderet delapan orang. Masing-masing orang dipegangi sampai empat pasukan tentara eropa. mereka semua meronta kesakitan dan tubuhnya memberontak ingin melepaskan diri. 
Penduduk pribumi yang disiksa seperti binatang, ada yang tangannya dipotong, digergaji dan dikuliti. semua orang pribumi terlihat kesakitan dan berlumur darah malam itu, hati Deni melihat hal ini sangat miris dan sedih. 
Tapi rasa takutnya juga semakin membesar malam itu, mengalahkan akal dan pikirannya. sekilas ia melihat Jika ada yang berontak sedikit, pasukan tembak laras panjang dibelakang mereka akan langsung memuntahkan pelurunya kepada para orang yang duduk rukuk ini. 
Kengerian penyiksaan disaat penembakan ini membuat Deni spontan sangat kaget. “Masya allah” Spontan ucapannya yang keras membuat mahluk-mahluk itu menatap kepada Deni semua. 
Semua yang berada ditempat penyiksaan menoleh pada deni, dengan cepat tentara-tentara itu berlari menju deni berada. Deni sendiri sadar dirinya terancam, dengan segenap tenaga dia berlari dari lokasi itu. 
Tapi langkahnya malam ada yang aneh, saat ia berlari dengan cepat kakinya seakan berlari ditempat. dengan nafas ngos-ngosan, degup jantung yang meningkat. Deni terus berlari dan berlari sambil memejamkan mata, sampai keringat mulai bercucuran. nafasnya pun mulai tak karuan. 
Saat ia membuka mata, tentara yang wajahnya berubah menjadi rusak itu sudah didepannya. Dua orang pasukan itu dengan menangkap kaki Deni, tapi deni sendiri juga meronta bergerak bebas melepaskan dari tangan tentara berwajah buruk ini. 
Sementara itu pasukan berkuda sudah berada diruang penyiksaan, saat itu deni sempat melihat pasukan itu memandangi dirinya yang berusaha melapaskan diri.

"Mau kemana kau "kata tentara eropa itu sambil memegang kaki Deni. 
"Lepaskan aku setan....anjing" Kata Deni dengan berteriak

Semakin lama tenaga Deni semakin habis karena harus menendang-nendang tangan tentara itu tiada henti. 
Sampai akhirnya Deni berdo'a sebisa - bisanya, dan disaat menendang yang tidak beraturan tangan tentara ini putus. Hal ini yang mengakibatkan Deni bisa lepas dari mereka.

Merasa Deni sudah bebas dia berlari kencang sampai ke pos satpam depan sekolah. 
Huuffff…huffff..hufff…Deru nafas Deni yang tersengal-sengal tak beraturan.

Degg..deggg..deggg.. Sedang degup jantung yang berpacu cepat beriringan dengan rasa ketakutan semakin membesar. Sekujur tubuhnya pun mulai ikut bergetar menahan takut sejadi-jadinya. 
Waktu sampai dipost satpam malam itu, kebetulan tempatnya kosong. Jadi malam itu Deni langsung duduk berjongkok didalam post. Dia sembunyi sendirian di pojok post satpam. Kepalanya dibenamkan dikedua lutut, sedangkan kedua tangannya memegang erat-erat di atas kepalanya. 
Deni masih mengingat dengan jelas apa yang barusan ditemui dibelakang, saat itu kepala Deni merasa pusing dan tubuhnya terasa berat. Suhu tubuh Deni saat itu juga mulai naik memanas. 
Dengan tubuh dan kepala yang mulai berkeringat ia mencoba menghilangkan kenangan menyeramkan sekuat tenaga, tapi kenangan buruk itu tak mudah dilupakan. 
Tak berapa lama penjaga malam (satpam) datang ke postnya, ia berhenti dan berdiri didepan postnya. Satpam tua itu melihat seseorang sedang meringkuk sendirian didalam posnya. Rasa iba pak satpam muncul dengan wajah datarnya, perlahan ia mendekati Deni. 
“Ada apa mas, kok sendirian disini?” Tanya pak satpam yang sudah dibelakang Deni

“Tidak ada apa-apa pak, cuma kurang enak badan”. Jawab Deni sambil menoleh sedikit kearah belakang, sambil meyakinkan diri bahwa siapa sosok dibelakangnya. 
Merasa yang menyapanya adalah seorang satpam yang sudah ia kenal wajahnya, Deni langsung berbalik duduk berjongkok menghadap pak satpam tua itu.

“Duduk dikursi saja mas, atau saya antar kepanitia sekarang” Kata pak satpam tua sambil menepuk pundak Deni dengan perlahan. 
“Tidak usah pak, saya mau istirahat sebentar disini” Kata Deni dengan memulai merenggangkan kedua lututnya dan mulai duduk dilantai pos satpam.

“Oh ya sudah mas, silahkan. Bener tidak apa-apa mas?”Kata satpam tua yang ikut duduk disampingnya tapi diatas kursi 
“Bener pak” Jawab Deni dengan membetulkan letak duduknya dilantai

Setelah itu Deni yang merasa agak sedikit baikan, perlahan lahan dia berdiri dan ikut duduk dikursi. Waktu kepidahannya ini tubuhnya masih bergetar, berkeringat, dan menahan ketakutan. 
Keinginan Deni mau cerita dan bertanya kepada pak satpam terhalang oleh rasa malu dan sungkan yang besar terhadapnya. Sebab Deni sendiri malam itu adalah salah satu pembina diacara tersebut. 
Akhirnya Deni memutuskan untuk diam saja sambil menenangkan kondisi jiwanya yang terguncang. Sekian lama dia terdiam akhirnya dia teringat sesuatu yang masih jadi ganjalan dalam hatinya. Deni malam itu masih mempunyai beban tugas satu lagi. 
Tugas terakhirnya yaitu menaruh sebuah tanda untuk acara jurit malam di post ketiga. "Aduh ya allah , masih sisa satu lagi. ini gimana ya" gumam lirih dari bibir Deni
Malam itu Deni sempat berpikir mau minta bantuan sama panitia. 
Rencananya ia minta bantuan khususnya sama Aji dan Aryo. Tapi lagi-lagi rasa malu, sungkan dan tak enak yang besar membayanginya dengan kuat hingga membatalkan rancana itu. Saat ia masih terdiam dipost satpam, perlahan-lahan Deni mulai mengumpulkan keberanian dan kenekatan. 
Saat Deni memikirkan akan resiko keselamatannya malam itu,ia melihat jam tangannya sudah menunjukkan jam dua belas lebih. Deni teringat acara jurit malam akan dilaksanakan jam satu. Dia berpikir masih ada waktu meski malam itu sudah terasa mepet untuk memasang tandanya dipost 3. 
Sekian lama Deni terdiam, akhirnya ia mulai bangkit berdiri dengan tergesa-gesa dan panik. Memang tidak munafik seberani-beraninya seseorang akan tugas dan tanggung jawab, tapi rasa takut dalam hati kecil Deni juga masih tersisa. 
Akhirnya disaat ia sudah berdiri berdiri dan menoleh ke satpam tua disampingnya "Pak saya permisi dulu ya". Kata Deni. "Oh ya mas, beneran udah sehat mas?" Tanya pak satpam dengan wajah datar. 
"Iya pak, alhamdulilah sudah baikan". Sambung Deni serta memulai berjalan masuk kehalaman sekolah. 

kaki Deni terus berjalan merangsek kedalam halaman sekolah, meski dibetis kaki kanan Deni ada yang terasa aneh. 
Tapi ia tak menghirukan rasa itu, sampai ditengah jalan ia berpapasan dengan satpam yang barusan ngobrol dengannya. Tapi kali ini satpamnya ada dua orang, satpam satunya ini berumur masih muda. 
"Loh pak dari mana?" Tanya Deni sambil menunjuk dengan heran kedua satpam ini, lantas ia sedikit menoleh kearah pos satpam dibelakangnya. 

Tapi saat ia lihat dari tempatnya berdiri, pos itu terlihat kosong. 
Pak satpamnya yang tua tadi sudah tidak ada ditempatnya tadi, dan berganti berada didepannya. 

FYI. Menurut dari berbagai info, termasuk Aryo dan Aji setiap malam yang jaga disekolahan ini ada dua orang satpam. Sedang di pagi hari juga dua orang satpam. 
Malam itu, hal yang janggal kembali dihadapi sama Deni membuatnya kembali takut. 

"Dari tenda mas Aryo, masnya kok jalan sendirian. dari mana?" Jawab satpam muda itu. 
"Iya pak, saya dari keliling untuk persiapan acara" Jawab Deni yang takut, kaget dan penasaran akan sosok satpam ini. "Ya allah, apalagi ini" gumam dalam hati Deni.

Deni yang ketakutan mempercepat jalannya dengan berlari kecil. 
Hingga ia kembali berjalan sampai melihat Aula, tempat basecampnya sudah dekat. Kebetulan disana ada Aryo, Aji yang sedang berdiri bersama panitia - panitia yang lain, mereka terlihat sibuk ngobrol untuk mengecek kesiapan seluruh panitia. 
Deni yang melihat hal ini, ia terus berjalan sampai tiba disamping Aryo. 

"Yo sini sebentar" Ajak Deni sambil menarik tangannya untuk menjauh dari kerumunan para panita 

"Gimana-gimana Den, ada apa?" Jawab Aryo serta tubuhnya ikut tertarik oleh tangan Deni. 
"Gini Yo, dibelakang sekolahmu ada banyak yang tidak beres. Pokoknya sekolahanmu ini tidak beres Yo!!! Apa tidak dibatalkan saja acaranya"? Kata Deni serta rasa ketakutannya yang sudah menjalar dengan mengenang hantu-hantu yang barusan mengganggunya. 
"Oh itu sudah diamankan Den, ya jangan ngawur kamu! Kasian panitia, peserta dan kita semua Den. acara ini sudah lama dipersiapkan, kalau tiba-tiba digagalkan bisa berabe Den. Sudah sekarang kamu tenang saja" Jawab Aryo dengan serius 
"Yo, jangan main-main beneran ini" Pinta Deni yang menahan rasa kekhawatiran terhadap semua peserta dan panitia.

"Iya Den, ingat aku yang paling tahu daerah sini. Jadi kamu tetap tenang saja, Ok! 
Ngomong-ngomong tugas kamu sudah selesai belum?" Kata dan tanya Aryo yang bermaksud untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Tinggal yang dipost tiga Yo" Jawab Deni sambil menunjukkan tanda yang sudah berada ditangan kanannya. 
"Gila kamu Den, cepetan taruh dipost tiga sekarang!!! ini sudah jam berapa? acara mau dimulai?" Kata Aryo dengan nada mulai meninggi dan panik

"Iya...ya... Yo! ini aku mau ke post tiga kalau begitu" Sahut Deni dengan sedih dan rasa takutnya mulai timbul kembali. 
Deni yang agak kesal langsung berjalan ngeloyor menuju sisi gedung utama sekolah. Hingga memasuki lorong jalannan sisi timur, setibanya dijalanan sisi timur bau busuk dan harum bunga kenanga kembali tercium kuat dihidungnya. 
Sambil menahan bulu kuduk yang spontan berdiri, ia tetap berjalan melewati jalanan didalam lorong sekolah dengan nyali yang menciut. Apalgi Jalanan lorong sisi timur itu memakai lampu yang jarang, cahaya penerangannya pun putih tapi meredup. 
Waktu setengah jalan sudah ia lalui dilorong, matanya melirik disamping kanan jalan. Disitu terdapat sebuah sumur tua, hanya rangka besinya yang tersisa. Sedangkan timba dan tambangnya sudah tak ada. 
Diatas rangka besi sumur, terlihat sosok laki-laki bercelana hitam pendek selulut dan memakai kaos compang camping. Kepala Pria ini tergantung ditengah-tengah rangka besi dengan tali tambang, tubuhnya menjuntai mengayun pelan diatas sumur. 
Dengan lidah tetap menjulur keluar dan mata melotot memandangi Deni. "Masya allah apa lagi ini" Gumam dalam hati Deni, saat itu juga ia kembali menolehkan wajahnya kedepan dengan cepat. "Mati aku kali ini ya allah, gila sekolahmu Yo. 
Sebenarnya tempat apa sebenarnya ini. ditanyain dari kemarin nggak pernah ngaku juga" gerutu Deni yang kesal sambil berjalan dengan setengah berlari.

Deni terus mempercepat langkahnya, hingga tiba diujung jalan dan berbelok kearah kanan. 
Tentu saja degup jantung berpacu kencang, keringatnya yang deras mulai bercucuran kembali. meski malam itu hawanya dingin, tapi rasa takutnya membuatnya menjadi panas. apalagi Ia yang sudah ketakutan dipaksa kembali untuk tugas yang terakhir kalinya. 
Baru saja dia berbelok, disisi kiri jalannya hal yang aneh pun terlihat, tepat saat ia mengamati sebuah ruangan tua.

Ruangan itu memang tampak sepi dan gelap, hanya cahaya redup dari lorong jalan yang memberi gambaran isi didalamnya. 
Samar - samar didalam ruangan itu ada beberapa orang perawat bule perempuan bermuka hancur yang sedang mondar mandir, mereka berjalan tapi tidak menempelkan kakinya dilantai. Kegiatan suster didalam ruangan sedang menata dan merapikan beberapa ranjang dengan berisi mayat. 
Pasien yang telah meninggal diatas delapan ranjang ditutup kain polos, tak ubahnya ruang kelas yang tua itu berubah menjadi seperti kamar mayat. Lagi-lagi Sebuah pemandangan yang mengerikan bagi Deni malam itu, 
tapi demi komitmen dalam tugasnya dia tetap berjalan cepat ketimur manahan rasa takut yang mencekam itu. Baru saja melangkah sedikit di timurnya ruangan ini terdengar suara

"claakkk..clakkk...kraaakkk" 
Deni yang takut dan penasaran akhirnya tetap memberanikan diri untuk melihat dari celah jendela kaca. 

Didalam ruangan itu, ada sebuah kegiatan dua orang pria bule dengan wajah pucat pasi sedang memotong organ - organ tubuh penduduk pribumi. 
Mereka memisahkan organ, mulai mata, hati dan yang lain yang masih bisa digunakan atau tidak bisa. Seketika selesai, mayat mayat yang terkoyak langsung dibuang kebawah seperti bangkai hewan. 
Melihat kejadian ini Deni langsung berjalan kembali dengan cepat setengah berlari sampai gerbang keluar disisi timur. Dia berjalan sambil menutup hidung karena bau anyir darah dan busuk yang sangat menyengat dilorong arah ke timur. 
Sampai dia tiba disebrang jalan yang gelap, Deni berhenti sejenak. Dimarasakan dibetis kaki kanannya ada yang aneh. Deni merasa dibetis bawah seperti ada sesuatu yang mencengkramnya. Deni yang sudah merasa kesakitan memeriksa betisnya, 
Saat matanya melihat ternyata potongan tangan pasukan disisi sebelah barat tadi masih mencengkeram dengan erat betisnya. Dengan gerak reflek kaki sebelah kiri, dia langsung menginjak-injak dengan cepat potongan tangan itu dari betisnya, 
"cok..asu...hiiiiiii" Umpat Deni dengan keras, saat itupun Deni langsung berjingkat dan berteriak-teriak kecil ketakutan. Setelah melepas telapak tangan yang busuk dan menghitam itu dia langsung berlari kesebrang jalan menuju pos ketiga melewati jalan beraspal. 
Sambil berlari di memegang tanda yang akan ditaruhnya, dia berhenti sejenak didepan pintu masuk. Perlahan ia mengamati pemandangan didepannya. Dengan seksama ia melihat sebuah gapura kecil sebagai tanda masuk ke sebuah tempat pemakaman tua. 
Dan tanda terakhir inilah yang akan disematkan didalam areal makam itu. Antara percaya dan tidak percaya Deni masih diam mematung dipintu masuk pemakaman, dan sekilas melihat jam tangannya waktu semakin menipis. Belum juga rasa takutnya reda, 
ia kembali dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit lagi. 

Tak lama kemudian Deni dikagetkan oleh suara hentakan kaki kuda, suara-suara itu datang dari gedung SD yang berada agak jauh belakangnya. Deni yang kaget langsung menoleh kebelakang. 
Sejenak mata kepalanya memastikan akan hal itu, samar-samar dari kegelepan malam memang terlihat sosok penampakan. Sejumlah pasukan berkuda yang sempat mengejarnya disisi barat sekolah tadi, dan sekarang sosok pasukan itu berjalan menuju tempat Deni berada. 
Mengetahui hal ini Deni langsung berlari kecil untuk masuk kedalam pemakaman, dia berlari tapi tak tentu arah. Karena dimalam itu Deni bingung dan panik, Yang jelas didalam pemakaman waktu itu hanya ada satu buah lampu kuning kecil dipojok sisi utara. 
Sehingga untuk semua sisi yang lain di areal pemakaman itu terlihat gelap dan menakutkan. Deni terus terus berlari kecil untuk tetap mencari tempat bersembunyi, sampai ia terhenti karena menemukan sebuah pohon agak besar didepannya. 
Pohon besar ini terletak ditengah pemakaman tepatnya. Saat itu juga Deni duduk berjongkok dibalik pohon. 
Saat suara langkah kuda itu berhenti, Deni kembali melihat kearah jalan di depan pemakaman. 
Ternyata saat itu pasukan berkuda sudah berhenti disebrang jalan, tepatnya mereka masih diatas kuda dan masih masuk dilokasi sekolahan Aryo. Mereka berenam mengamati sekeliling dan area kuburan, mereka mencari sosok Deni dari kejauhan. 
Malam itu wujud pasukan berkuda ini mukanya hancur dan menghitam, begitu juga dengan kudanya yang penuh luka membusuk serta ulat belatung ditubuhnya. Melihat dirinya diawasi, Deni makin ketakutan. Semua rasa bercampur kacau balau menjadi satu di otaknya. 
Sadar akan tanggung jawabnya belum selesai, Deni pelan-pelan mengikat tanda itu pada sebuah nisan makam yang berada disampingnya. Tapi mata Deni yang tetap memandang kedepan untuk mengawasi pasukan berkuda, sedang tangan Deni bergerak mengikat kain itu pada sebuah nisan. 
Namun malam itu, Nisan yang ia sentuh terasa aneh. karena saat mengikat tangannya seperti menyentuh kain dan daging. Perlahan ia rasakan pelan-pelan sambil mengikat kain itu, sambil mencium bau yang sangat busuk. 
Waktu ikatan mau dikencangkan, Deni melihat tangannya yang berada di sampingnya. disaat matanya melihat yang diikat tenyata adalah sebuah kepala pocong. dia langsung menghentikan ikatan itu. Matanya melihat sosok pocong yang sedang tersandar kepalanya dengan batu nisan.
Sedang tubuhnya pocong itu membujur diatas sebuah kuburan. Spontan Deni dengan cepat melepas ikatan itu dan mundur sambil berjongkok kebelakang dengan cepat. 

"Ya allah, Ampun...maafkan saya, maafkan saya , maafkan saya " Kata Deni yang spontan, 
bibirnya begetar seketika penuh ketakutan, Serta kedua telapak tangannya memohon maaf pada sosok pocong itu.

Deni pelan - pelan tetap mundur dengan berjongkok kebelakang sambil menggenggam kainnya. Sedang mata dan tangannya mencari tempat lain untuk menaruh tanda itu. 
Tak seberapa lama ia mundur, Deni melihat sebuah pohon kamboja di sampingnya. Pohon itu tidak seberapa besar tapi memiliki ranting yang agak banyak, tak berpikir lama Deni langsung mengikatkan kain itu didahan pohon kamboja. 
Saat tanda itu sudah diikatkan kedahan, pocong itu berdiri dan menatap tajam Deni yang ketakutan. Perlahan lahan pocong itu mencoba mendekatinya dengan melayang diatas tanah, entah apa yang sebenarnya diinginkan pocong itu. 
Merasa tugasnya sudah selesai dan keselematannya terncam, Deni langsung lari keluar dari area pemakaman. Tapi sewaktu disampai dijalan. Pasukan itu masih tetap ada, mereka ternyata menunggu Deni kembali. Setelah pasukan ini melihat Deni kembali berlari kearah mereka, 
Salah satu dari pasukan ini berteriak,"Hei kamu, kemari!!!jangan lari bajingan"Bentak keras sosok salah satu pasukan berkuda ini. 

Deni yang sadar akan keselamatannya kembali terancam, ia berlari melewati jalan beraspal disamping sekolah untuk menuju kedepan pos satpam kembali. 
Dia berlari sekecang-kencangnya dan tak memperdulikan lagi apa yang dibelakangnya. Pasukan berkuda yang sudah bersiap bergegas mengejar Deni. Seumpama malam itu dia tertangkap, Deni hanya bisa pasrah akan nasib yang menimpanya. 
Tapi malam itu dia tetap mencoba untuk berusaha dan berdoa sebisa-bisanya agar terlepas dari incaran mahluk-mahluk yang mengerikan ini. Sampai ditikungan mau ke depan sekolah, Pasukan itu terlihat berhenti mengejar. Mungkin karena do'a Deni atau hal lain, dia juga tidak tahu. 
Mungkin juga malam itu, masih menjadi nasib keberuntungan Deni, sehingga ia tidak jadi tertangkap. Sekian cepat ia berlari akhirnya Deni sampai didepan pos satpam, saat itu juga ia kembali masuk kedalam pos satpam. 
Didalam bangunan post satpam, malam itu sudah terdapat satu orang satpam tua. Satpam tua ini sudah duduk dengan wajah datar ditempatnya, satpam yang sama dengan yang pertama ia temui. Meski saat itu masih ada rasa rasa takut akan kejadian barusan tentang satpam ini, 
Deni sudah tak memperdulikan lagi akan satpam yang duduk sendirian ini. Yang ia pikir malam itu hanya keselamatannya saja. Sewaktu di pos satpam Deni kembali seperti posisi semula, yaitu duduk berjongkok sambil meringkuk dipojok pos satpam. 
Saat itu juga badan Deni tadinya sudah panas kini panasnya semakin meninggi, dan tubuhnya mulai mengigil kedingininan. Sekujur tubuhnya yg ikut menggigil karena badannya sudah terlalu panas. Tubuhnya saat menggigil diikuti juga tubuhnya mulai ikut lemas. 
Mirip kalau terkena tifus, Kepala Deni juga serasa berat dan serasa pusing, serta perutnya mendadak mual-mual. Disaat semua rasa itu menjadi satu, deni hanya diam tiada kata yang terucap lagi yang keluar dari mulutnya. 
Hal ini dibiarkan sejenak oleh satpam tua itu, dia hanya mengamati Deni perlahan - lahan. Satpam tua ini masih menerka apa yang sebenarnya terjadi pada Deni. Lama kelamaan saang satpam tua pun kasian akan kondisi Deni, akhirnya ia tergerak hatinya untuk bertanya. 
"Sebenarnya ada apa mas" Tanya pak satpam tua itu

"Saya sakit pak, bapak bisa antarkan saya pulang ke kosan?" Jawab Deni yang tetap meringkuk kesakitan dan mulai berbalik menghadap satpam tua. 
"Sakit apa mas? saya antarkan ke panitia ya" Tawar satpam dengan mimik datar pada wajah keriputnya

"Tidak usah pak, tolong antarkan saja saya ke kos pak. tempatnya dekat kok pak dari sini" Sambung Deni yang ingin langsung pulang. 
Satpam yang berumur tua itu secara spontan mengambil sepedanya disamping post, "ayo mas" Ajak petugas itu yang sudah bersiap disamping sepeda pancal.

Deni yang melihat petugas ini sudah siap, ia bergegas naik dijok belakang. 
Pak tua itu mulai mengayuh sepeda kecilnya dijalan beraspal, ditengah jalan Deni memberi arah dan alamat kosnya tersebut. Sehabis itu Deni hanya duduk memandan kebawah sambil merasakan sakit pada tubuhnya, dia juga sudah tak memperhatikan jalan lagi. 
Tak lama kemudian Deni sudah sampai dikosnya, sewaktu turun dari sepeda Deni berpesan kepada pak satpam tua."Pak nanti tolong bilangin Aryo saya pulang ke kost duluan" Kata Deni sambil menahan sakit 
Satpam tua itu tidak menjawab, hanya sedikit mengangguk saja dan memutar kembali sepedanya untuk melaju kesekolahan.

"Terima kasih pak bantuannya" Ucap Deni lagi kepada satpam tua itu, tapi satpam tua ini lagi-lagi tak menjawab dia hanya berjalan pergi dengan sepeda kecilnya. 
Agak jauh dari kos Deni, Pak satpam tua itu baru naik sepeda kecilnya. ia kembali dengan ayuhan kaki yang renta. Perlahan dan tak sadar pak satpam tua itu sudah hilang dikegelapan malam. Deni sendiri langsung masuk kamar dan meminum obat. 
Ia dengan cepat membetulkan posisi tidur dan mengenakan selimut tebal disekujur tubuhnya. 

Sementara Deni istirahat, kegiatan dilokasi tetap berjalan sesuai jadwalnya... 
Jam 00.45 wib. Aryo sudah berada di depan tenda panitia bersama rekan-rekan panitia yang sedang jaga. Malam itu setelah sedikit koordinasi bersama sebagian anggota panitia, satu persatu panitia menyebar ke tenda dan Aula untuk memulai membangunkan semua peserta. 
Tepat jam 1 dini hari, semua peserta sudah berbaris di dilapangan sesuai regunya masing-masing. Mereka terbagi menjadi sekitar dua puluh kelompok, di tiap tiap kelompok terdiri kurang lebih sepuluh peserta. 
Peserta yang sudah berdiri dilapangan sebelumnya sudah mendengar rumor, kabar burung yang dihembuskan semua panitia sejak kedatangan mereka. Kabar itu tentang lokasi yang dipakai uji nyali saat ini adalah sebuah tempat yang angker. 
Meskipun tempat itu adalah sebuah sekolah faforit dikotanya. Malam itu rata-rata peserta yang berdiri sambil melirik satu sama lain, mereka ingin membuktikan. Tapi rasa takut mereka juga semakin membesar, 
karena gerak tubuh dan mimik wahah mereka tidak bisa menyembuyikan rasa takut itu. 

Setelah beberapa persiapan dirasa sudah fix semua oleh panitia, acara malam itupun dimulai. Panitia memulai acara dengan memberangkatkan regu pertama. 
Regu yang berjumlah tiga belas orang, serta dua orang panitia dibelakangnya. meski kedua panitia ini berada agak jauh dari rombongan yang berjalan. Regu pertama berjalan dari lapangan sebagai titik awal keberangkatan. 
Mereka berjalan berbaris rapi dengan langkah agak terseok menahan kantuk, sedangkan dua orang panitia dibelakang mereka sibuk membaca do'a untuk melakukan pengamanan regu pertama. Rasa takut para peserta malam itu sedikit demi sedikit mulai muncul. 
Tapi karena satu regu yang berjalan banyak orang, jadi rasa takut itu bisa sedikit ditepis.

Regu pertama ini berjalan melewati pos satpam memutar kebarat hingga melewati lapangan kedua. Sampai akhirnya menemukan pos pertama. 
Kedua orang panitia yang mengawal dari belakang terus bekerja keras, mereka menghalau mahluk-mahluk yg mau menampakkan diri kepada para peserta. Bayangan-bayangan hitam mencoba menyerang regu pertama, kedua panitia sendiri dengan gencar untuk memagari para peserta yang berjalan. 
Hingga peserta yang berjalan tidak menemukan penampakan mahluk-mahluk itu, tapi mereka hanya menemukan sebuah gimick pocong yang ditaruh panitia disebelah pohon. 

Setelah didekati, para peserta akhirnya tahu bahwa pocong itu adalah bohongan. 
Saat itu juga nyali mereka semakin menjadi-jadi. Karena Teka teki gimick dari panitia uji nyali yang mudah tertebak malam itu. dengan kebaranian yang memuncak kata-kata tak pantas pun mulai terlempar dari peserta regu pertama "pocong goblok..hahaha" 
..."Hai setan kalau berani kemari kau...hahahaha"ucap para peserta jurit malam secara bergantian.

"Krasssaaakkk...krasaaakkk ...krasaaakkk ...makan nih setan"suara lemparan benda dari salah satu peserta kesemak-semak arah pocong buatan itu. 
Kata-kata kotor, penghinaan, kejahilan, kesombongan dan pengrusakan di post satu mereka pun terus dilakukan. mereka terus berjalan ketimur hingga menemui post kedua. Hal yang sama mereka lakukan dipost kedua dengan pos kesatu, setelah mereka mendapati tanda yg diikat oleh Deni. 
Keberanian mereka bertambah lagi seketika masuk post ketiga,meski post ketiga adalah sebuah pemakaman. 

Bahkan ada salah satu peserta yg sempat kencing dipost ketiga ini,tapi hal ini dilakukan disaat tidak ada yang tahu. Hal semacam ini jg dilakukan oleh regu-regu berikutnya. 
Selesai penelusuran uji nyali ini, anggota regu pertama berjalan kembali menuju titik awal keberangkatan yaitu dilapangan utama sekolah. Seketika regu pertama datang tapi belum sampai lapangan, ada dua peserta dari regu itu yang marah-marah dan bertingkah aneh. 
Mereka menggeram, melotot dan berteriak-teriak tidak jelas. Melihat hal ini, dua orang panitia yang mengawal langsung mengamankan ke basecamp panitia. Bahkan waktu diajak berjalan menuju basecamp suara merekapun berubah, dan memberontak atas ajakan panitia. 
Waktu dijalan kedua peserta ini suaranya jadi mendesis sambil marah dengan mengeluarkan bahasa - bahasa asing. Kedua siswa itu langsung dipegangi erat oleh kedua panitia dan dibantu panitia lain yg melihat kejadian ini. 
Penanganan malam itu dilakukan secara intensif oleh panitia lain yang sudah stanby dibase camp.

Tapi dijeda kedatangan regu kedua sekitar 10 menit dan kedatangan regu selanjutnya, perihal peserta yang kesurupan ini semakin lama semakin banyak. 
Setiap regu yg kembali ke titik awal keberangkatan mereka pasti ada yang kesuruapan. Entah dua, tiga sampai delapan orang kesurupan per regu malam itu.Hal ini membuat Aula menjadi semakin ramai dan mengerikan. suara raungan dan kemarahan mereka semakin lama semakin menjadi-jadi. 
Semua peserta yang kesurupan memenuhi sebagian Aula, begitu juga dengan tingkah polah mereka. Semua yang kesurupan memang langsung di tangani satu persatu. Tapi panitia saat itu juga jadi kerepotan, beberapa cara yang dilakukan panitia malam itu tapi mereka belum berhasil. 
Makin lama jajaran panitia juga semakin kewalahan dan kebingungan karena yang kesurupan tenaganya semakin kuat begitu juga dengan teriakan-teriakan mereka semakin menjadi - jadi. Tapi tenaga panitia dan energinya samakin habis untuk mengatasi peserta kesurupan ini. 
"Hahaha...mana tadi yang menantangku tempatku?" "Mana yang mengotori rumah kami tadi?" Suara suara dari peserta yg kesurupan masal itu terus bersahutan, mereka yg geram dan marah mencari pelakunya. Sebagian peserta yg melihat kejadian ini berlari dan berkumpul di lapangan tengah 
Tapi hal itu tidak hiraukan para panitia, panitia tetap berusaha sekuat tenaga dan berusaha mencari titik kelemahan untuk mengeluarkan mahluk-mahluk ini. Malam itu Aula yang semakin tak kondusif akhirnya dikunci dari dalam. 
Mereka takut jika ada peserta kesurupan yang kabur dari Aula. Berbagai cara dan senjata mereka terus lakukan didalam Aula untuk mengeluarkan sosok sosok yang menggangu ini. 
Hingga tepat adzan subuh berkumandang dari Masjid yg bersahutan,bayangan-bayangan hitam dari tubuh para peserta berhamburan keluar dari tubuh mereka masing masing. Saat bayangan-bayangan itu menghilang mereka yang tadinya keseurupan satu persatu jatuh pingsan diatas lantai Aula. 
disaat satu orang peserta yang sebelum pingsan, dia sempat berdiri tegak memandang para panitia sambil berteriak "TUNGGU BESOK, URUSAN KITA BELUM SELESAI...HAHAHAH". Setelah teriakan itu terlontar peserta ini pun langsung ikut pingsan. 
Didalam aula mereka tergeletak tak beraturan, sedang panita duduk sebentar menghilangkan kelelahan sambil mengawasi mereka yg belum sadar. Beberapa saat kemudian setelah panitia memberikan bau-bauan yg menyengat barulah satu persatu mereka mulai membuka mata dan sadar kembali. 
Berbekal pegalaman yang buruk semalam, sehabis shalat subuh peserta yang kesurupan dikembalikan ketempat masing-masing. Mereka semua disuruh untuk cepat bersiap untuk acara pembubaran.

Minggu, Tanggal sekian Bulan sekian Tahun 2007. 
Jam tujuh pagi, suara panggilan speaker menggema keseluruh sudut sekolah. Tak berapa lama setelah mendengar pengumuman dari teriakan speaker itu, semua peserta berduyun duyun dengan berlari kecil menuju lapangan dan dengan cepat memenuhi lapangan utama. 
Mereka yang datang langsung menata barisan dengan rapi, semua peserta yang sudah berbaris berharap bisa cepat pulang pagi itu. bisik-bisik ketakutan mereka rasakan saat berjalan berkumpul dilapangan. suasana pagi yang cerah tapi dengan kenangan buruk bagi sebagian pesertanya. 
Memori para peserta mulai takut mengenang kejadian teman-temanya yang banyak kesurupan semalam. Hingga Tak seberapa lama acara pembubaran pun dimulai. 

Pertama, sambutan dari panitia dimulai terlebih dahulu dan selanjutnya diakhiri sambutan perpisahan dari pembina yaitu Aryo. 
Pagi itu, setelah Aryo memberikan sambutan merasa ada yang kurang dibenaknya karena temannya sesama pembina tidak ada bersamanya, baik dari perserta maupun panitia. Dia diam dilapangan matanya menelisik memandangi semua peserta dan panitia. 
Matanya memetakan satu persatu sudut diareal lapangan yang luas. Pandangan tajamnya tetap menyibak dari jauh seluruh kerumunan manusia untuk mencari Deni. Saat mata Aryo melihat kearah barat, kepalanya terhenti. dia melihat ada sosok Deni yang berlari cepat menuju arahnya. 
Tapi larinya Deni pagi itu seperti orang yang sedang ketakutan. Aryo pun tetap berdiri menatap langkah Deni yang berlari, mulut Aryopun tersenyum melihat temannya yang datang. Deni yang sudah berhenti didepan Aryo dengan nafas ngos-ngosan, 
Tubuhnya dan bajunya penuh keringat sedang penampilan pagi yang acak - acakan. 

"Yo sekarang tolong antar aku pulang" Pinta Deni dengan mengatur nafasnya kembali, matanya yang panik saat itu juga melirik kekanan dan kekiri mengamati keadaan sekitar. 
"Kerumahmu sekarang?" Tanya Aryo cepat, sedang Deni hanya mengganguk saja tanpa 

"Loh memangnya ada apa Den. Gak kekosan kamu saja?" Tanya Aryo, Deni kali ini menjawab dengan gelengan kepalanya dan tetap melirik kekanan kekiri dengan wajah panik. 
"Gila kamu Den, jauh kalau kerumah kamu" Jawab Aryo yang kaget akan permintaan temannya secara tiba-tiba.

"Sudah Yo, pokoknya antar aku pulang sekarang. nanti aku jelaskan dirumah" Ajak Deni yang memaksa dengan mimik ketakutan. 
"Sebentar, aku pamit dulu sama anak-anak panitia. Habis ini aku antar, tunggu disini sebentar" Jawab Aryo dengan serius karena kasihan melihat wajah Deni yang benar-benar sudah ketakutan. 
Aryo sendiri setelah berbicara dengan Deni, berjalan cepat ketempat para panitia yang masih berkumpul dilapangan. Waktu sampai dikerumunan panitia, dia segera mengkomunikasikan tugas-tugas yang belum selesai agar diselesaikan panitia hari itu juga. 
Selesai penjelasan singkat itu Aryo mengambil motor Deni diparkiran belakang, tanpa memanasi motor lagi Aryo langsung tancap gas menghampiri Deni yang sudah duduk panik sendirian dengan wajah ketakutan. 
Pagi itu juga Aryo mulai keluar dari area jurit malam, dan mulai berjalan mengantarkan Deni pulang. Lokasi rumah Deni dengan lokasi sekolah Aryo memang cukup jauh, jarak waktu itu ditempuh sekitar kurang lebih empat jam. 
Sewaktu dijalan mereka hanya sedikit bicara meski sempat berhenti istirahat dua kali, entah apa yang dipikirkan Deni waktu itu hingga mendadak minta diantar pulang. Sekian lama melewati perjalanan yang panjang, sekitar jam dua belas lebih mereka sampai dirumah. 
Deni yang kurang enak badan tetap berusaha ingin tahu apa yang menjadi dibalik semua yang ada disekolahan Aryo. Tapi Deni mencoba menahan keinginan tahunya terlebih dahulu. 

Sesampainya dirumah Deni, ia mengajak duduk diruang tamunya terlebih dahulu. 
Mereka beristirahat sejenak sambil gantian mandi dan melepas lelah. Dirasa sudah agak lama untuk istirahat badan juga merasa fit kembali, dalam beberapa hari yang sudah diselimuti rasa penasaran langsung bertanya kepada Aryo. 
"Yo sekarang tolong jawab jujur, sebenarnya ada apa disekolahmu?" Tanya Deni dengan tatapan tajam

"Ya begitulah Den" Jawab Aryo yang masih mau menutipi sisi lain disekolahnya 
"Begitu gimana Yo? Beneran ini Yo!!! Aku hampir mati tadi malam diteror sama para penghuni sekolahmu" Bentak Deni

"Maksudmu gimana Den?" Sambung Aryo

Disini Deni menceritakan pengalamnnya mulai hari pertama sampai dengan kejadian tadi pagi yang barusan ia alami. 
Sebenarnya Deni pagi itu bangun di belakang sekolah, dia bangun dengan tubuh terikat ranting kering.Padahal seingat Deni tadi malam ia sudah pulang kekost dan istirahat didalam kamanya.Tetapi anehnya pagi hari, saat ia terbangun tubuhnya sudah berada sebelah gedung paling barat. 
Aryo yang mendengar cerita Deni akhirnya mulai iba, merasa tak enak kalau menutupi sesuatu disekolahnya. Aryo sendiri seakan tak percaya akan yang dialami temannya pagi tadi. Karena baru kali ini juga Aryo juga mendengar kejadian seperti ini. 
"Maaf Den, sebenarnya sekolah tempatku bekerja adalah...???? kata Aryo yang tiba-tiba ragu untuk meneruskannya 

"Ada apa Yo?" Desak Deni yang sudah penasaran

"Bekas rumah sakit, tapi di jaman penjajahan Belanda" Jawab Aryo pelan sambil menundukkan kepalanya 
"Gila yo, kamu dari kemarin gak bilang-bilang. Untung aku nggak mati tadi malam, kamu memang kurang ajar yo" Jawab Deni yang spontan kaget dan tak terima atas jebakan yang diberikan oleh Aryo.

"Terus gimana peserta dan acara kamu tadi malam Yo" Tanya Deni kembali 
"Tenang, sudah beres semua Den. Ya meski sehabis acara para peserta banyak yang kesurupan" Jawab Aryo.

"Alhamdulilah...syukur kalau begitu" Sambung Deni

"Ya memang begitulah Den, kondisi sekolah tempatku untuk mengais rejeki. Mau gimana lagi? Kata Aryo dengan pasrah 
"Kalau penampakan, kesurupan, sudah menjadi hal biasa! Jangankan malam, siang hari saja sering mereka menampakkan diri" Jelas Aryo sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela nafas besarnya. 
"Ya mau gak mau Den, adanya begini ya dinikmati saja" Sambung Aryo dengan pasrah

Setelah penjelasan dirumah Deni disampaikan panjang lebar, sore hari Aryo pamit kembali pulang. 
Sesampainya dirumah Aryo menghubungi panitia, malam itu jawaban dari panitia ternyata tugas semua sudah beres. mendengar hal ini Aryo merasa tenang dan langsung istirahat dihari yang melelahkan. 
Keesokan harinya, hal yang tak pernah dilupakan oleh Aryo. 

Setelah upacara pagi, semua siswa masuk kelas. Baru saja guru masuk keruang kelas untuk memulai KBM satu persatu siswa yang mulai mengerang, mereka berteriak, bertingkah aneh dan meraung tak karuan. 
Pagi itu di SMAN terjadi kesurupan massal, semua siswa siswi tiga kelas mendadak membuat onar. Tiga orang guru yang baru masuk, berlari kembali lagi kekantor untuk meminta bantuan kepada pegawai dan guru yang masih dikantor. 
Pagi itu mahluk - mahluk penghuni sekolahan terdengar berbicara bersahutan dengan nada sangat marah, mereka tidak terima atas kejadian kemarin malam. Dengan cepat Para guru dan pegawai berhamburan untuk saling bantu membantu menangani para siswa dan siswi yang kerasukan ini. 
Sedang siswa-siswi yang belum kerasukan pagi itu langsung dipulangkan seketika, pihak sekolah sendiri khawatir akan keselamatan mereka semua. Hingga sekitar jam delapan pagi, pihak sekolah mendatangakan tiga paranormal sekaligus karena suasana kepanikan mereka. 
tak berapa lama ada tiga paranormal pagi itu yang datang, tiap kelas dimasuki oleh satu paranormal. Dengan cekatan mereka mulai menangkan satu - persatu murit yang kerasukan. Tapi hal tak semudah yang mereka bayangkan, kerasukan ini pun berlangsung lama. 
Meski ketiga paranormal ini mengeluarkan beberapa senjata andalan masing-masing, kerja keras mereka seharian seakan dikerjai oleh mahluk-mahluk ini. bebagai upaya mereka lakukan hingga sore hari, sekitar jam empat salah satu siswa berbicara keras kepada semua orang. 
"Hari ini aku sudah puas, ingat besok aku akan kembali lagi..aku tidak terima atas perlakuan kalian semua.....hahahhhahahahah". 

Setelah suara dari sosok yang berada ditubuh siswa yang berbicara seperti itu, satu persatu siswa dan siswi yang kesurupan mulai sadar kembali. 
Sore itu pihak sekolah langsung mengambil kebijakan dengan mengumumkan kepada seluruh siswa untuk meliburkan kegiatan belajar mengajar selama tiga hari kedepan. Hal itu dilakukan dari pihak sekolah setelah mendengar ancaman dari siswa yang kesurupan dan saran dari paranormal. 
Mereka juga takut akan keselamatan semua murid dan warga sekolah yg lain jika besok dipaksakan untuk masuk sekolah. 

Hari itu juga pihak sekolah menghubungi seseorang paranormal untuk menentralisir para penghuni lain disekolahan esok hari. 
Hari pertama, panggil saja pak Setyo sebagai paranormal. pak Setyo ini adalah kenalan dan teman salah satu guru di SMAN ini.Dia sebelumnya pernah satu kali dimintai bantuan oleh pihak sekolah, waktu itu pak Setyo pernah membantu menangani hal serupa tapi tidak separah saat itu. 
Tapi kejadian itu terjadi sekitar lima tahun lalu, dan tetap dilokasi sekolah ini. 

Pagi itu pak Setyo berangkat sendirian kesekolah Aryo, sampai dilokasi dia disambut oleh waka kesiswaan atau biasa dipanggil pak Hari. 
Tak lupa Aryo juga ikut menyambut Pak Setyo juga karena selaku pelaksana dan penangung jawab acara kemarin. Mereka bertiga berkumpul diruang kantor utama, pagi itu memang sepi. Tapi suasana tidak enak dan rasa mencekam masih membekas diingatan Pak Hari dan Aryo. 
Sambil membuka pertemuan, pembicaraan diawali dengan obrolan ringan. Lambat laun Aryo dan pak Hari membuka permasalahan kemarin yang terjadi. Pak Setyo hanya diam saja mendengar detail permasalahan yang dihadapi kala itu. 
Dirasa sudah cukup akan informasinya, akhirnya pak Setyo tanpa banyak bicara lagi langsung itu meminta diantar kesebuah kelas kosong. Pak Setyo juga meminta mereka untuk menjaganya dari luar. Memang disekolah ini ada sebuah kelas yang sengaja dikosongkan. 
Kelas ini ukurannya cukup besar dan benar-benar kosong tanpa ada kursi dan mejanya. Tapi dengan tujuan apa kelas ini dikosongkan semua tidak ada yang tahu, hanya beberapa petinggi dan pegawai/guru lama yang tahu. 
Pak Setyo langsung duduk bersila didalam ruang itu sendirian, Diruang yang hening pak Setyo yang duduk sendirian dengan tenang sambil memjamkan mata. Cukup lama ia membaca Do'a. Selanjutnya pak Setyo masuk kedalam memory gedung dan tempat itu. 
Pak Setyo sendiri memang penasaran dengan tempat ini dan bermaskud ingin melihat akar permasalahan akan memory tempat ini, hal ini dilakukan sebagai bahan sebelum bertindak untuk menangani para mahluk dunia lain ini. 
Tak begitu lama dia yang sudah terdiam didalam ruang, tiba-tiba ada angin kecil berhembus didepan lorong menuju tempatnya bersemedi. 

Sedang Pak Hari dan Aryo yang menunggu diluar merasakannya juga dan mendengar dari beberapa ruang kelas suara-suara bangku berderit. 
Ada juga kelas kelas itu membunyikan suara tabuhan dan bantingan pintu serta jendela. Pak Hari dan Aryo mengetahui hal itu langsung saling bertatapan, bulu kuduk mereka berdiri merinding ketakutan. 
Wajah mereka berdua yang sudah memucat sekilas bersiap untuk lari, hal itu mereka lakukan jika terjadi hal diluar nalar mereka. Tapi pagi itu mereka berdua tetap berdiri didepan lorong berusaha sekuat kuatnya memberanikan diri terlebih dahulu. 
Meski nyalinya semakin lama semakin ciut dan hatinya semakin tipis. Padahal hari itu masih pagi, dan memang benar para penghuni disini memang tak main main akan eksistensinya. Apalagi mereka aura hari itu memang sudah tidak enak sama sekali. 
Semua mahluk disana, bawaannya selalu marah dan geram akan tingkah laku para peserta jurit malam.

Pak Setyo yang duduk dikelas sendirian, tiba-tiba melihat gedung ini berubah menjadi sebuah rumah sakit. Rumah sakit yang ramai dengan suster dan dokter belandanya. 
Sesuai dengan denah yang sudah saya up, gedung dengan warna merah untuk bangunan asli rumah sakitnya. 

Begitu juga para pasiennya, mereka semua adalah warga eropa. Pak Setyo melihat satu sosok seperti pimpinan, 
Seseorang pria yang dipanggil Johannes van dirk oleh beberapa orang yang menyapanya sambil melepaskan topi. Sosok Mr. John ini juga terlihat menyapa dan terlihat sebagai pemimpin sebuah gedung penjara disebelah sisi barat bangunan. 
Gedung-gedung ini memang terlihat ramai, layaknya sebuah rumah sakit dan sebuah penjara dijaman kolonial Belanda. Memang gedung rumah sakit ini terpisah dengan gedung sisi barat yang diperuntukkan sebagai penjara. 
Tapi ada lorong - lorong dengan jalannya yg menghubungkan antara penjara dan gedung penyiksaan. 

Waktu Pak Setyo melihat gedung sisi barat, dia melihat banyak penduduk pribumi yang disiksa secara bergantian. Sebagian penduduk pribumi di bunuh ditempat penyiksaan seperti hewan. 
Mereka dibunuh tanpa rasa perikemanusiaan lagi, parahnya hal ini dipertontonkan kepada penghuni penjara dan tawanan lain yang berada dibelakang gedung. bahkan setelah matipun jasad para penduduk pribumi ini dilempar dan ditumpuk dicekungan tanah ditutup tanah seperti sampah. 
Cekungan-cekungan itu menjadi kuburan penduduk pribumi yang acak diareal gedung rumah sakit dan penjara itu sangat banyak. Suasana berubah seketika terjadi pergantian kependudukan jepang, para tahanan yang tiba-tiba terbebas oleh tentara jepang menjadi sangat beringas dan marah. 
Selama ini mereka melihat Mr. John yang terkenal kejam dan bengis semasa hidup langsung di dikeroyok dan dibunuh ramai-ramai oleh para tahanan. Hal ini pun dibantu juga dengan penduduk pribumi didaerah sekitar penjara. 
Karena warga sekitar pun juga sudah marah akan kelakuan penjajah ini. 

Setelah pembalasan dari warga pribumi, kematian Mr. John saat itu dengan kondisi mengenaskan dan jasad terkoyak bagai binatang. Sampai Jasadnya sudah tak berbentuk lagi. 
Karena kebencian kaum pribumi sudah memuncak, jasadnya Mr. Johnpun dilempar secara asal disalah satu tempat areal bekas rumah sakit ini, dia yang biadab dikubur seperti binatang disalah satu tempat, dibawah sekolahan ini. 
Begitu juga para prajurit dan pegawai rumah sakit ini saat penyerbuan warga, mereka semua dibantai dan dikubur secara acak dibawah sekolah dan areal gedung penjara sebelah barat. 
Hal ini karena kebencian rakyat pribumi waktu itu sudah mendarah daging akan kekejaman para penjajah selama ini. Selain itu dibawah sekolah ini juga terdapat kuburan-kuburan beberapa para penduduk pribumi yang menjadi tahanan waktu itu, pada masa penjajahan. 
Setelah melihat rekaman masa lalu selesai, akhirnya pak Setyo tiba-tiba didatangi oleh sosok pria Belanda. Dia memakai seragam berwana putih, dengan wajah pucat serta kumisnya yang lebat. dengan tubuh dan wajah yang terkoyak hancur. 
Pria berkulit putih pucat itu wujudnya sama dengan Mr John yang dilihat sebelumnya. Pak Setyo yang sudah mengetahui sosok ini, menatapnya dengan seksama. Perlahan dia bibirnya mulai berkomunikasi dengannya. 
"Pagi tuan, maaf saya menganggu" Kata pak Setyo sambil menatap pria ini tanpa rasa takut

"Ada apa kamu memanggilku, aku sudah terlanjur marah sama mereka" Jawab sosok pria ini dengan wujud mengerikan

"Saya mewakili anak-anak kemarin datang kesini untuk minta maaf kepada anda. 
Mohon jangan ganggu anak - anak yang sekolah disini?" Ucap pak Setyo dengan sopan

"Kamu tahu siapa aku" Bentak pria Belanda itu dengan sombong 

Pak setyo hanya menggelengkan kepalanya, ia bersiasat mencoba menggali sendiri dari pengakuan sosok pria ini. 
Tapi dia tetap menatap pria bule itu dengan tatapan lantang dan tajam. 

"Aku Johannes (nama aslinya), aku kepala rumah sakit dan kepala penjara disini!!! jadi aku yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi disini!" Jawabnya Mr John dengan lantang. 
"Ingat anda juga sudah meninggal tuan!!! Jadi maafkan kami kalau menganggu, saya mohon jangan ganggu kami lagi" Ucap pak setyo yang ingin kekacauan ini segera selesai

"Baik, aku dan semua anak buahku tidak akan menggangu kalian lagi asalkan besok kosongkan tempatku ini. 
khususnya ruangan ini!!! kosongkan untuk kami. Satu lagi perbaiki dan betulkan tempat-tempat kami yang dirusak anak-anakmu kemarin" Pinta Mr John yang sudah mulai melunak

"Baik tuan, saya janji besok kami akan mengosongkan Areal ini selama satu hari, 
kami akan memperbaiki tempatmu dan mengosongkan satu kelas ini untuk kalian" Jawab pak Setyo

Selesai berkomunikasi Mr John ini langsung menghilang dari hadapannya, dan pak Setyo pun langsung keluar kelas kosong ini. 
Waktu sampai depan kelas, dilorong jalanan saat itu tampak sepi. Aryo dan pak Hari ternyata sudah tidak ada ditempat. Pak Setyopun langsung keluar mencari mereka berdua, sampai akhirnya pak Setyo melihat mereka berdua sudah duduk dipos satpam gerbang depan. 
Melihat dua orang ini dari jauh, dengan cepat pak setyo mendatangi mereka. Akhirnya tak berapa lama mereka berkumpul dan duduk bertiga dipost satpam. Sedang dua orang satpam yang berdiri bersiap didepan mereka. 
Mereka berdua saat itu duduk dengan wajah ketakutan tapi mereka hanya diam dan tidak bicara apapun kepada pak Setyo. Disini pak Setyo yang sudah duduk disamping mereka, pelan-pelan memberitahukan akan permintaan mr. John. 
Sekian lama penjelasan dari pak Setyo diterima pak Hari dan Aryo. 

Setelah itu Pak Hari langsung mengkomunikasikan hal ini kepada para pimpinan sekolah, dan meminta kepada pak Setyo untuk membantu mengontrol sekolahan ini selama dua hari kedepan. 
Hari itupun mereka bisa bernafas sedikit lega, dihari kedua dan ketiga pak setyo tetap memantau sekolahan ini. Ia datang sambil membantu pihak sekolah membetulkan tempat yang dirusak dan dikotori oleh peserta jurit malam. 
Selama itu pak Setyo tetap mendatangi kelas kosong tiap hari, dia tetap berkomunikasi dengan Mr. John hingga semua permintaanya terpenuhi semua. Hal ini pihak sekolah lakukan karena mereka sadar bahwa mereka hidup berdampingan dengan mahluk astral. 
Mereka juga harus bisa saling menghargai antar sesama mahluk ciptaan tuhan. Dirasa situasi sudah aman, warga sekolahan pun mulai tenang. 

Dihari Jum'at, hari keempat semua murid SMAN bisa bersekolah kembali dan bisa belajar dengan tenang dan aman terkendali. 
Tapi untuk masalah penampakan dan bunyi-bunyian disiang hari kadang kadang masih terjadi, hal itu membuat penghuni sekolah ini sudah terbiasa biasa akan hal mistisnya. Sampai kini rasa mistis disekolah ini menjadi bumbu horor tersendiri bagi seluruh murid, alumni dan gurunya. 
Penduduk sekitar banyak tahu akan histori sekolah ini, dan memang sekolah ini dibiarkan hingga menjadi sebuah legenda dikota tersebut. Saat cerita ini diketahui beberapa alumninya mereka sebagian besar menyayangkan akan kegiatan "Jurit Malam" ini. 
Mereka rata-rata berpendapat bahwa tindakan yang bodoh ditahun 2007 saat membuat acara semacam Jurit malam disekolah ini. Mereka menganggap enteng lokasi yang sudah terkenal mistisnya dari jaman penjajahan. lokasi yang menyimpan memori yang kelam hingga kini. 
Padahal sebelumnya tidak pernah sekalipun acara semacam itu digelar disekolah ini, setelah kejadian ditahun 2007 pihak sekolah tidak pernah lagi membuat acara serupa di SMAN ini lagi, hingga sampai saat ini. 

-TAMAT- 

Baca juga

Post a Comment